Teman : sekolah dimana ?
Gue
: farmasi, coy.
Teman
: wuih keren ! pasti pintar deh kimianya
!
Gue : *nyengir kece*
Ya, gue anak SMK Jurusan Farmasi *bangga*. Kenapa bangga? Walau khusus
buat gue, nilai kimia selalu kebakaran banyak enaknya jadi anak farmasi. Selain
pasti akan di anggap keren, teman-teman akan menganggap lo elite. Kami sangan fashionable. Gimana enggak? setiap hari
seragam gue warnanya ganti.
Hari
senin pakai seragam warna kuning lengkap dengan almamater sekolah. Hari selasa
pakai putih abu-abu. Hari rabu dan kamis pakai seragam warna abu-abu cokelat
khas sekolah. Hari jum’at pakai seragam putih-hitam. Hari sabtu pakai baju
olahraga. Mantap kan ?
Rayuan
gombal di sekolah gue yang terkenal di sekolah gue pun elite. Salah satunya
begini.
Cowok
: Bagi aku, kamu tuh bagaikan Codeine
HCL *kata om google, kodein di jumpai di dalam candu, di proses dari morfin*
Cewek
: Kenapa ?
Cowok
: Karena, setiap lihat kamu aku jadi
lupa diri.
Atau ……..
Cewek
: Kamu itu CTM banget sih .
Cowok
: CTM? Aku bikin ngantuk dong?
Cewek
: Bukan, tapi CTM itu kepanjangan dari
Cowok Tampan Mempesona *ahaayyde*
Atau ……
Cowok
: Kamu tuh sudah kayak Acetaminophen
tahu. *Kan tante Google, asetaminofen
digunakan untuk melegakkan sakit kepala*
Cewek
: Acetaminophen?
Cowok
: Iya, karena kalau di dekat kamu nyeri
di hati aku hilang. *gubraakk*
Begitulah
sekolah kami yang keren, elite dan menuju obesitas yang rada gila ! tahu enggak
di Farmasi ada sekitar 20 mata pelajaran yang bias menguras otak. Hapalannya
juga banyak banget. Sehingga kondisi seperti ini bias bikin lo cepet lapar dan
makan terus . selesai belajar-lapar-makan-belajar lagi-lapar lagi-makan lagi.
Begitu seterusnya.
Untung…
kami punya seorang guru yang walau cukup membosankan tapi tak bias dipungkiri
telah menceriakan kepenatan belajar. Namanya Pak Agung Willy, guru CPOB (Cara
Pembuatan Obat Baru) atau lebih popular disebut Undang-Undang Kesehatan.
Kesan
pertama mendengar namanya, wuih pasti ini guru ganteng banget. Namanya saja
Willy. Willy, man W-I-L-L-Y. Sekali
lagi, Willy. Tapi, pertemuan pertama dengan Pak Willy membuat gue agak kecewa.
Wajahnya enggak seindah nama yang berbau lumayan bule itu. Mukanya rada kocak,
dan ketika sudah masuk proses belajar mengajar, kami berasa lagi pacaran sama
papan tulis. Sudah jadi kebiasaan setiap pelajaran beliau pada tidur berjamaah.
Itu untungnya, enggak enaknya sudah enggak ngerti lagi mempelajari apa, pas
ulangan soal yang keluar susah banget lagi. Huh !
Tapi,
kita lupakan dulu yang enggak enak ini. Namanya anak sekolahan enggak afdol
kalau enggak ngerjain guru. Begitu pula gue dan teman-teman sekelas. Tapi, ada
satu guru yang enggak pernah berhasil kita kerjain. Entah karena kelas gue
enggak berbakat, atau memang gurunya terlalu pintar. Siapa lagi kalau bukan Pak
Willy?
Waktu
menunjukkan pukul 14.30, artinya jam Pak Willy untuk mengajar. Baru saja guru
bahasa inggris keluar, beliau sudah menunjukkan batang hidungnya di ambang
pintu lengkap dengan senyum enggak manisnya.
“Kok
bapak masuk sih?” Tanya Mbote frontal
“Lho
kan katanya kamu kangen sama bapak?” jawab Pak Willy sambil senyam-senyum.
Sontak,
kita-kita langsung cekikikan sambil be-iuh ria di hadapan guru yang punya
mental baja ini.
“Cie,
Mbote kangen sama Pak Willy-Willy lopyu !”seru
Nisa menimpali.
“Gue
tahu pasti Nisa cemburu kan sama Mbote”
“Wah,
Sekarang Pak Willy Kitty punya banyak fans
! cieeee..”
“Bilang
saja kamu cemburu sama Pak Willy Wonka yang punya banyak fans.”
“Sudah
yuk kita masuk. Hari ini ulangan Bab 5 ya”
Jiah!
Mendengar kata ‘ulangan’ semua murid langsung diam dan duduk di kursi
masing-masing. Gue jelas kelabakan karena belum belajar dan bikin contekan.
“Jangan
curang ya, Jangan nyontek,” pesan Pak Willy sambil asyik mainin BB barunya
setelah membacakan soal.
“Chia,
duduknya lurus. Jangan nengok-nengok terus.” Ucapnya lagi
Gue
lagi asyik nyalin, langsung menghadap ke depan sambil melototin Pak Willy.
“Bapak bawel
banget sih !” cetus gue asal jeplak.
“Chia,
kamu kok galak banget sih,”
Ups!
Apa Pak Willy akan marah ?
Itulah
hebatnya beliau. Walaupun di galakin atau pada frontal kayak apapun, Pak Willy
enggak pernah marah. Beliau malah senyum bahkan tertawa! *tepuk tangan*
“Yudha,
kok BBM kamu enggak ada fotonya sih?” Tanya Pak Willy di sela-sela ulangan.
“Memang
kenapa pak? Ih, bapak ganjen banget sih!” seru Yudha
“Bapak
naksir Yudha ya?” timpal Cindy.
“Bapak
kan sukanya sama kamu, Cin.”
“…..”
“Hahahaha,
bercanda Cin! Mana mungkin Bapak suka sama kamu, hahaha,” lanjut Pak Willy sok
asyik.
“Ih,
Bapak bikin ilfil !”
Kurang
lebih begitulah percakapan sehari-hari antara kami dan Pak Willy. Guru itu
emang unik bin ajaib. Seumur-umur gue baru nemuin guru kayak gitu. Apalagi
sekarang beliau beli Blackberry. Hape itu penyelamat kita kalau lagi ulangan.
Pasalnya, Pak Willy selalu sibuk BBMan. Jelas itu adalah kemerdekaan untuk
kita.
*
Jam lain bersama Pak Willy…..
Setiap
hari Kamis pada jam pelajaran terakhir adalah waktu Pak Willy. Berhubung kelas
selalu bersih, hari ini sekelas pada mau janjian tidur berjamaah, dan
mengganjal pintu dengan meja supaya itu guru enggak bias masuk.” *iseng*
Satu
per satu murid langsung menggelepar di lantai. Mencari posisi yang pas untuk
tidur. Persis ikan asin dijemu. Bau asem langsung menyebar di seantero kelas.
Lima
belas menit kemudian terdengar ketukan di pintu kelas. Semua pura-pura enggak
dengar. Enggak lama kemudian pintu di ketuk kembali. Kali ini lebih keras dan
kasar. Pasti Pak Willy sudah mulai bete. Yes!
Setengah
jam kemudian pintu lagi. Murid-murid mulai gelisah.
“Sudah buka saja. Kasian gue sama Pak
Willy,”kata
Rida memelas
“Yah! Padahal hamper berhasil ngerjain
beliau. Beneran nih dibuka?”
Duak!
Duak! Duak! Duak! Duak!
“Tuh kan. Aduh, ngeri banget sih Pak
Willy gedor pintunya.”
“Jangan deh, biarin saja.”
“Buka aja ih, gue ngeri nih.”
“Buka
beneran nih? Aduh, galau.”
“Sepuluh
satuuuuuu Farmasiiiiiii ! pada kemana ini anaknya? Cepaaaaaaaaaaaatt buka
pintunyaaaaaaaaaaa!” seru seorang wanita dengan suara khas, Bu Desy!
Secepat
kilat Yuby mendorong meja dan membuka pintu.
“Kalian
ini pada ngapain sih di dalam? Pintu di ketuk dari tadi diam saja! Kasihan Bu
Novi mau ngasih tugas enggak dibukain pintu, di dorong juga enggak bias!
Pelajaran siapa sekarang?”
Semua
murid terdiam, enggak berani mengeluarkan suara.
“Pak Willy, Bu,” jawab Desta pelan.
“Pak Willy izin tadi ada urusan mendadak.
Sudah! Jangan tutup lagi pintunya!”
Glek! Mendengar kata-kata Bu Desy kami
semua tertunduk lesu.
“Pokoknya
kita harus sukses ngerjain Pak Willy!” kata Yuby berapi-api. Kita semua
langsung mengangguk setuju.
“Tapi
gimana ngerjainnya?” Tanya gue enggak kalah heboh. Yuby langsung bisik-bisik. Eh,
busyet tuh mulut apa got? Telinga gue anjir air liur dibisikkin tuh anak.
Oke!
Rencana dilaksanakan. Semua gorden ditutup, pintu diganjal meja. Pak Willy
enggak akan bisa masuk ke kelas ini. Dari sela-sela jendela, Erik memantau
keadaan agar bisa tahu kalau guru itu dating.
Setengah
jam berlalu, Pak Willy belum menunjukkan kehadirannya. Jarang sekali beliau
absen mengajar.
“Gimana
Rik, sudah dating belum?”
“Belum
nih, enggak ada!”
Satu
jam kemudian….
“Belum
datang juga, Rik?”
“Belum
nih.”
“Kalian
nunggu apa sih?” tiba tiba terdengar suara horror dari pojok kelas.
Semua
murid langsung menoleh ke asal suara.
“Kok
pada nengok ke saya? Sudah terusin saja main petak umpetnya. Enggak apa-apa,
materi sudah habis. Hari ini kalian free,”
katanya lagi.
Omaiigaattt!
Emeiijjiing banget!
Itu
Pak Willy!
“Hah!
Kapan Bapak masuk?” Tanya erik kaget setangah hidup.
“Dari
tadi sejak Mrs. Win masih di kelas, Bapak disini. Habis males nunggu diluar,
panas,” jelas Pak Willy sambil asyik BBMan.
“Hah?
Kapan? Kok kita enggak tahu?” Tanya gue penasaran.
“Kalian
ngumpul mulu sih. Bapak ngomong di cuekkin. Ya, sudah Bapak masuk saja.”
Aneh,
bisa-bisanya anak sekelas enggak ada yang menyadari kehadiran guru itu. Sontak kita
semua langsung ngkakak enggak berhenti. Senjata Makan Tuan again!
*cerita ini saya ambil dari novel karya Sanchia Surya Janita*